Pages

Subscribe:

Wednesday, January 29, 2014

KELANGKAAN AIR BERSIH SEBUAH ANCAMAN WARGA KALSEL



         
   Banjarmasin, 22/7 (ANTARA) – Pertengahan Juli 2012 tiba-tiba air Sungai Martapura membelah Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan berubah warna menjadi keruh pekat dan kuning kemerahan.
Setelah diteliti ternyata air sungai berhulu di Pegunungan Meratus tersebut sudah terkontaminasi kandungan partikel atau kandungan lumpur yang jumlahnya melimpah ruah.
“Kekeruhan tinggi karena partikel mencapai 5000 MTO, padahal idealnya hanya 100 MTO,” kata Direktur Perusahaan Daerah Air Minum(PDAM) Bandarmasih, Kota Banjarmasin, Muslih.
Kekeruhan tinggi semacam itu sudah sering muncul bila terjadi hujan lebat di kawasan hulu, yaitu di kawasan hutan Riam Kanan, Kiam Kiwa atau Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam yang termasuk kawasan Pegunungan Meratus. Dengan adanya kandungan partikel dalam air Sungai Martapura tersebut sudah menandakan kawasan resapan air di hulu mengalami kerusakan parah.
Hutan gundul penyebab erosi, bila hujan sedikit saja maka partikel tanah merah, pasir, dan debu dan limbah lainnya ikut larut dan masuk ke dalam sungai, terus mengalir hingga ke Kota Banjarmasin.
Menurut Muslih, kondisi kerusakan resapan air puncak Meratus merupakan sebuah ancaman kelangkaan air bersih, bukan saja warga Banjarmasin, tetapi juga warga Banjarbaru, Martapura Kabupaten Banjar, mengingat kawasan itu mengandalkan air sungai tersebut.
Bukan hanya itu, kata pengamat lingkungan yang juga Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Banjarmasin, Fajar Desira menambahkan, kerusakan puncak Pegunungan Meratus akan menyebabkan sungai-sungai di Kalsel, baik yang mengalir ke kawasan Tanah Bumbu, Tanah Laut, dan Banua Enam (enam kabupaten Utara) Kalsel akan terganggu.
Sebagai contoh Banjarmasin, kata Fajar Desira yang juga mantan Direktur Teknik PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin ini, air tanah di wilayah ini kurang baik untuk diolah air baku PDAM dengan kandungan besi dan kandungan keasaman yang sangat tinggi.
Sementara air sungai bagian hilir begitu mudah terintrusi air laut,sehingga mengandung kadar garam yang berlebihan dan tak bisa diolah air minum.
Mengandalkan air hujan, wilayah ini tak memiliki sebuah pun lokasi embung atau penampungan air hujan, dan kalau pun itu bisa dilakukan dipastikan pula tetap tidak akan mencukupi kebutuhan.
Pengambilan air Sungai Martapura selama ini dilakukan PDAM Bandarmasih dengan kapasitas 1700 liter per detik, dan mampu memproduksi air bersih terbesar di Kalsel yang melayani bukan saja warga Banjarmasin tetapi juga warga Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Banjar.
Padahal suplai air Sungai Martapura seratus persen lagi mengandalkan air di kawasan resapan di Pegunungan Meratus tersebut, oleh karena itu bisa dibayangkan bila kondisi resapan air rusak lalu kemana lagi PDAM Bandarmasih harus mencari air baku, kata Fajar Desira.
Bukti rusaknya kawasan tersebut terlihat dari kondisi bendungan Riam Kanan yang belakangan debit airnya tidak stabil lagi, bila hujan maka bendungan kebanjiran bila kemarau mudah kekeringan.
“Jika bendungan Riam Kanan dibiarkan seperti sekarang, maka debit air di lokasi itu akan terus menyusut, sehingga daerah ini akan kesulitan air,” kata Dirut PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin, Muslih.
Karena itu, Muslih menyarankan bendungan Riam Kanan sebaiknya dikelola semacam lembaga atau badan khusus yang fokus menjaga kelestarian lingkungan.
Lembaga tersebut misalnya menangani program penghijauan, aliran air, pembangkit listrik, dan aspek lain terkait dengan bendungan tersebut.
Muslih mencontohkan Korea Selatan terdapat sebuah bendungan yang dikelola khusus oleh lembaga semacam BUMN yakni ‘Q-Water’ dan ternyata bendungan itu bermanfaat dalam penyediaan air di wilayah tersebut.

Penanaman Pohon
Guna mengembalikan kelestarian kawasan resapan air tersebut pihak PDAM Bandarmasih mencoba melakukan kegiatan menanam seribu pohon terdiri dari 800 pohon mahoni, 100 angsana, 100 pohon matoa.
Penanaman di kawasan resapan air di Tahura Sultan Adam, diharapkan memancing pihak lain juga melakukan hal serupa agar lingkungan wilayah ini terpelihara. Tetapi bukan hanya rehabilitasi yang dilakukan, ia pun menghendaki adanya tindakan penyelamatan kawasan tersebut.
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Rahmadi Kurdi ketika ditanya membenarkan kerusakan kawasan hutan lindung daerah tersebut setelah pencurian kayu dan pertambangan secara liar terus berlangsung di lokasi itu. Pihaknya melakukan razia minimal satu bulan sekali untuk mengurangi kegiatan merusak hutan wilayah itu.
Disebutkannya 40 persen dari 112 ribu hektare (ha) kawasan Tahura kritis akibat pembalakan hutan, pembakaran, dan pertambangan, dan itu yang menyebabkan kawasan tersebut menjadi rusak.
Hanya saja untuk menjaga kawasan tersebut pihaknya menemui kendala kurangnya polisi hutan. Jumlah polisi hutan untuk menjaga wilayah se Kalsel 3,7 juta hektare hanya 70 orang, sehingga seorang polisi menjaga lahan sekitar 50 ribu hektare, idealnya polisi hutan di Kalsel paling sedikit 200 orang.
Melihat kenyataan tersebut berbagai pihak menyarankan ke seluruh instansi yang berkompeten untuk sama-sama berkomitmen menjaga kawasan resapan air untuk ketersediaan air berkelanjutan.
Komitmen lain dari Gubernur Kalsel, adalah penyelamatan kawasan lindung dari aktivitas pembangunan, dan segala aktivitas lainnya seraya melakukan perbaikan sebagai penyematan sumber air.

0 comments:

Post a Comment