Setelah diteliti ternyata air sungai
berhulu di Pegunungan Meratus tersebut sudah terkontaminasi kandungan partikel
atau kandungan lumpur yang jumlahnya melimpah ruah.
“Kekeruhan tinggi karena partikel
mencapai 5000 MTO, padahal idealnya hanya 100 MTO,” kata Direktur Perusahaan
Daerah Air Minum(PDAM) Bandarmasih, Kota Banjarmasin, Muslih.
Kekeruhan tinggi semacam itu sudah
sering muncul bila terjadi hujan lebat di kawasan hulu, yaitu di kawasan hutan
Riam Kanan, Kiam Kiwa atau Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam yang termasuk
kawasan Pegunungan Meratus. Dengan adanya kandungan partikel dalam air Sungai
Martapura tersebut sudah menandakan kawasan resapan air di hulu mengalami
kerusakan parah.
Hutan gundul penyebab erosi, bila
hujan sedikit saja maka partikel tanah merah, pasir, dan debu dan limbah
lainnya ikut larut dan masuk ke dalam sungai, terus mengalir hingga ke Kota
Banjarmasin.
Menurut Muslih, kondisi kerusakan
resapan air puncak Meratus merupakan sebuah ancaman kelangkaan air bersih,
bukan saja warga Banjarmasin, tetapi juga warga Banjarbaru, Martapura Kabupaten
Banjar, mengingat kawasan itu mengandalkan air sungai tersebut.
Bukan hanya itu, kata pengamat
lingkungan yang juga Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko)
Banjarmasin, Fajar Desira menambahkan, kerusakan puncak Pegunungan Meratus akan
menyebabkan sungai-sungai di Kalsel, baik yang mengalir ke kawasan Tanah Bumbu,
Tanah Laut, dan Banua Enam (enam kabupaten Utara) Kalsel akan terganggu.
Sebagai contoh Banjarmasin, kata
Fajar Desira yang juga mantan Direktur Teknik PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin
ini, air tanah di wilayah ini kurang baik untuk diolah air baku PDAM dengan
kandungan besi dan kandungan keasaman yang sangat tinggi.
Sementara air sungai bagian hilir
begitu mudah terintrusi air laut,sehingga mengandung kadar garam yang
berlebihan dan tak bisa diolah air minum.
Mengandalkan air hujan, wilayah ini
tak memiliki sebuah pun lokasi embung atau penampungan air hujan, dan kalau pun
itu bisa dilakukan dipastikan pula tetap tidak akan mencukupi kebutuhan.
Pengambilan air Sungai Martapura
selama ini dilakukan PDAM Bandarmasih dengan kapasitas 1700 liter per detik,
dan mampu memproduksi air bersih terbesar di Kalsel yang melayani bukan saja
warga Banjarmasin tetapi juga warga Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten
Banjar.
Padahal suplai air Sungai Martapura
seratus persen lagi mengandalkan air di kawasan resapan di Pegunungan Meratus
tersebut, oleh karena itu bisa dibayangkan bila kondisi resapan air rusak lalu
kemana lagi PDAM Bandarmasih harus mencari air baku, kata Fajar Desira.
Bukti rusaknya kawasan tersebut
terlihat dari kondisi bendungan Riam Kanan yang belakangan debit airnya tidak
stabil lagi, bila hujan maka bendungan kebanjiran bila kemarau mudah
kekeringan.
“Jika bendungan Riam Kanan dibiarkan
seperti sekarang, maka debit air di lokasi itu akan terus menyusut, sehingga
daerah ini akan kesulitan air,” kata Dirut PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin,
Muslih.
Karena itu, Muslih menyarankan
bendungan Riam Kanan sebaiknya dikelola semacam lembaga atau badan khusus yang
fokus menjaga kelestarian lingkungan.
Lembaga tersebut misalnya menangani
program penghijauan, aliran air, pembangkit listrik, dan aspek lain terkait
dengan bendungan tersebut.
Muslih mencontohkan Korea Selatan
terdapat sebuah bendungan yang dikelola khusus oleh lembaga semacam BUMN yakni
‘Q-Water’ dan ternyata bendungan itu bermanfaat dalam penyediaan air di wilayah
tersebut.
Penanaman Pohon
Guna mengembalikan kelestarian kawasan resapan air tersebut pihak PDAM Bandarmasih mencoba melakukan kegiatan menanam seribu pohon terdiri dari 800 pohon mahoni, 100 angsana, 100 pohon matoa.
Guna mengembalikan kelestarian kawasan resapan air tersebut pihak PDAM Bandarmasih mencoba melakukan kegiatan menanam seribu pohon terdiri dari 800 pohon mahoni, 100 angsana, 100 pohon matoa.
Penanaman di kawasan resapan air di
Tahura Sultan Adam, diharapkan memancing pihak lain juga melakukan hal serupa
agar lingkungan wilayah ini terpelihara. Tetapi bukan hanya rehabilitasi yang
dilakukan, ia pun menghendaki adanya tindakan penyelamatan kawasan tersebut.
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel,
Rahmadi Kurdi ketika ditanya membenarkan kerusakan kawasan hutan lindung daerah
tersebut setelah pencurian kayu dan pertambangan secara liar terus berlangsung
di lokasi itu. Pihaknya melakukan razia minimal satu bulan sekali untuk
mengurangi kegiatan merusak hutan wilayah itu.
Disebutkannya 40 persen dari 112
ribu hektare (ha) kawasan Tahura kritis akibat pembalakan hutan, pembakaran,
dan pertambangan, dan itu yang menyebabkan kawasan tersebut menjadi rusak.
Hanya saja untuk menjaga kawasan
tersebut pihaknya menemui kendala kurangnya polisi hutan. Jumlah polisi hutan
untuk menjaga wilayah se Kalsel 3,7 juta hektare hanya 70 orang, sehingga
seorang polisi menjaga lahan sekitar 50 ribu hektare, idealnya polisi hutan di
Kalsel paling sedikit 200 orang.
Melihat kenyataan tersebut berbagai
pihak menyarankan ke seluruh instansi yang berkompeten untuk sama-sama
berkomitmen menjaga kawasan resapan air untuk ketersediaan air berkelanjutan.
Komitmen lain dari Gubernur Kalsel,
adalah penyelamatan kawasan lindung dari aktivitas pembangunan, dan segala
aktivitas lainnya seraya melakukan perbaikan sebagai penyematan sumber air.
0 comments:
Post a Comment